FESyar Sumatera 2025 di Lampung Catat Transaksi Rp12,80 Miliar

Cyberindonesia.net – Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Regional Sumatera 2025 di Lampung City Mall, Kota Bandar Lampung, resmi ditutup pada Rabu, 25 Juni 2025. Ajang yang berlangsung sejak 21 Juni itu mencatatkan total transaksi sebesar Rp12,80 miliar.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung Bimo Epyanto dalam laporaannya merincikan capaian ekonomi yang signifikan tersebut tercatat dari penjualan UMKM sebesar Rp1,69 miliar, bisnis matching perdagangan Rp3,6 miliar, pembiayaan Rp7,13 miliar, dan wakaf produktif Rp38,3 juta.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti saat menutup FESyar Sumatera 2025
menyatakan bahwa capaian transaksi dalam ajang kali ini menunjukkan antusiasme tinggi dan potensi besar dari pelaku usaha syariah.

Destry menyampaikan bahwa FESyar Sumatera 2025 merupakan bagian dari Road to Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF), ajang ekonomi syariah terbesar yang akan berlangsung di Jakarta, Oktober 2025 mendatang.

Destry menekankan bahwa ekonomi syariah bersifat inklusif, adil, dan berkelanjutan nilai-nilai yang menjangkau lebih luas dari sekadar prinsip keagamaan.

Destry menceritakan pengalaman dari Jepang dan Eropa, yang menunjukkan minat tinggi terhadap produk halal Indonesia, termasuk desainer asal Lampung yang tampil di Osaka Expo.

Hal tersebut mencerminkan daya tarik global ekonomi syariah. Bahkan, di negara dengan populasi muslim minoritas yang dimana produk halal dianggap berkualitas dan terpercaya karena mengedepankan etika serta keberlanjutan.

Bank Indonesia, lanjut Destry, memiliki Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah yang mengembangkan berbagai instrumen pendukung. Namun memiliki tantangan memperluas instrumen keuangannya agar sejalan dengan perkembangan sektor riil, termasuk UMKM dan pesantren.

Destry berpendapat bahwa pembangunan ekosistem yang kuat, baik dari pelaku besar hingga pesantren kecil menjadi kunci untuk mendorong percepatan inklusi ekonomi syariah.

Destry juga menyoroti pentingnya peran pesantren sebagai basis ekonomi umat. Di mana program seperti Hebitren (Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren) menjadi sarana penguatan daya saing pesantren agar dapat berperan aktif dalam ekonomi nasional.

“Karena tidak semua santri harus menjadi ustadz atau kiai. Banyak yang bisa jadi pengusaha dengan akhlak yang sudah terbentuk di pesantren,” ujar Destry.

Dia mengingatkan bahwa prinsip ekonomi syariah tidak selalu berorientasi pada profit, tetapi juga mencakup wakaf produktif sebagai bagian dari amal jariyah.

Destry juga mengajak masyarakat berkontribusi, termasuk melalui kegiatan seperti Pojok Kopi Wakaf yang ada di area FESyar.

“Mari kita minum kopi sambil berwakaf. In Syaa Allah menjadi catatan amal kita di kemudian hari,” tutur dia.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *