Jakarta, Cyberinfonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami praktik korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji. Lembaga antirasuah itu resmi membuka penyidikan dugaan korupsi terkait penentuan kuota dan pelaksanaan ibadah haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama (Kemenag).
Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan, penyidik saat ini sedang menelusuri aliran dana dengan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Penelusuran rekening menjadi langkah penting untuk memastikan adanya transaksi mencurigakan yang berkaitan dengan dugaan korupsi kuota haji.
“Itu pasti dilakukan koordinasi dengan pihak PPATK. Hasil kerja sama itu nantinya berupa dokumen penelusuran rekening. Dari situ bisa dipastikan apakah informasi itu benar atau tidak. Saat ini prosesnya masih berjalan,” ujar Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, terbitkan Senin (18/8/2025).
Setiap kasus besar, kata Setyo menyangkut dugaan korupsi dengan aliran uang dalam jumlah besar, KPK selalu bekerja sama dengan lembaga tersebut. Hasil analisis PPATK nantinya akan memperkuat konstruksi perkara yang sedang ditangani.
KPK secara resmi memulai penyidikan kasus korupsi kuota haji pada 9 Agustus 2025. Beberapa hari sebelumnya, yakni pada 7 Agustus 2025, KPK telah memintai keterangan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Nama Yaqut kini menjadi perbincangan setelah dicegah bepergian ke luar negeri bersama dua pihak lainnya.
Langkah pencegahan itu dilakukan agar para pihak yang diduga terlibat tidak melarikan diri maupun menghilangkan barang bukti.
Selain menelusuri rekening, KPK juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian negara. Dari perhitungan awal, nilai kerugian diduga mencapai lebih dari Rp1 triliun. Jumlah ini berpotensi bertambah seiring pendalaman penyidikan.
Kasus ini tidak hanya menjadi perhatian KPK, tetapi juga Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI. Sebelumnya, pansus menemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan haji tahun 2024, terutama terkait pembagian 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Kemenag saat itu membagi kuota tambahan secara 50:50, yaitu 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Padahal, menurut Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pembagian kuota seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus.
Setyo menegaskan, seluruh proses penyidikan akan dilakukan secara profesional, transparan, dan sesuai prosedur hukum.
“Penelusuran rekening, pemeriksaan saksi, hingga pemanggilan pihak terkait adalah hal biasa dalam penyidikan. Kami akan mendalami semua, termasuk dokumen-dokumen penting serta aliran dana,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa proses ini masih berjalan sehingga publik diminta bersabar menunggu perkembangan resmi dari KPK. (Ror)