Sumedang, Cyberindonesia – Kasus dugaan mafia tanah kembali muncul di Desa Ungkal Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Kali ini, korbannya adalah Dahri Herdiana, seorang pria tua yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan pas-pasan.
Dahri mengaku ditipu saat membeli sebidang tanah di Desa Ungkal, Kecamatan Conggeang, hingga merugi ratusan juta rupiah. Ia berharap aparat kepolisian segera menuntaskan laporannya yang telah teregister dengan nomor resmi di Polres Sumedang.
“Saya berharap kepada bapak Kapolres Sumedang segera menindaklanjuti laporan kami,” kata Dahri kepada wartawan, Kamis (14/8/2025).
Kasus ini bermula pada tahun 2016. Dahri membeli tanah seluas 11.914 meter persegi (sekitar 851 bata) di Desa Ungkal melalui seorang perantara bernama Tatang (almarhum). Tatang mengaku tanah tersebut milik keluarganya, lengkap dengan dokumen SPPT PBB atas nama Marsah, nomor: 32.13.130.007.015.006.0.
Dahri mengatakan bahwa ia menyerahkan uang Rp125 juta dan menerima kwitansi sebagai bukti pembayaran. Namun, dokumen tersebut kata dia kini hilang, termasuk SPPT yang sempat diberikan kepadanya.
Lebih lanjut, pada 2017, Tatang meninggal dunia. Saat mengurus kelanjutan pembelian tanah, Dahri terkejut karena diketahui masih ada kekurangan pembayaran sebesar Rp40 juta kepada pemilik tanah. Untuk menutup kekurangan itu, ia menyerahkan uang langsung kepada Adis Wanjaya, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Desa Ungkal.
Setelah melunasi pembayaran, dibuatlah Surat Pernyataan Jual Beli Tanah (Warkah Tanah), dengan Adis Wanjaya bertindak sebagai kuasa jual dari H. Imam, pihak yang disebut sebagai pemilik sah. Namun, Dahri kemudian menemukan perubahan mencurigakan pada dokumen tersebut.
Luas tanah yang awalnya 11.914 m² berkurang menjadi 7.742 m², dan nomor SPPT berubah menjadi 32.13.130.007.015.009.0.
Kecurigaan semakin menguat ketika Dahri hendak membayar pajak tanah di Bank BJB Ujungjaya, namun SPPT baru itu ternyata tidak terdaftar. Pada 12 November 2020, Dahri memberikan kuasa kepada Aan Suhanda untuk mengurus masalah tersebut.
Masalah semakin pelik saat Dahri diminta menandatangani dokumen yang disebut untuk pengurusan pajak. Belakangan, ia mendapati halaman pertama dokumen itu diubah menjadi pernyataan bahwa dirinya telah menjual tanah tersebut kepada Aan Suhanda, dengan luas dan nomor SPPT yang berbeda.
“Saya disuruh tanda tangan di halaman dua, katanya untuk urus SPPT. Tapi ternyata halaman satunya diubah, seolah-olah saya sudah menjual tanah itu,” ungkap Dahri.
Selama berita diturunkan belum ada keterangan resmi dari pihak Polres Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Sementara Adis Wanjaya dan Aan Suhanda belum memberikan tanggapan secara terbuka. (Red).