Sengketa Tanah Basura City: 13 Tahun Tak Dibayar, Warga Minta Pemerintahan Baru Turun Tangan

Jakarta57 views

Jakarta, Cyber Indonesia – Kasus sengketa tanah di Jakarta kembali menjadi perhatian publik setelah lahan warga yang digunakan dalam proyek pembangunan Basura City disebut belum dibayar selama 13 tahun. Lahan tersebut diklaim dipakai oleh pengembang PT. Sintetis Kreasi Utama, namun hingga kini belum ada penyelesaian pembayaran meski Pemkot Jakarta Timur telah tiga kali mengundang pihak perusahaan untuk klarifikasi.

Selama lebih dari satu dekade, ahli waris pemilik lahan menuntut kejelasan pembayaran dari pengembang. Namun, persoalan berjalan di tempat karena pihak perusahaan tak pernah menunjukkan itikad baik untuk hadir dalam agenda mediasi resmi.

Siti Dalilah,

Salah satu ahli waris, Siti Dalilah yang turut memperjuangkan hak keluarganya, mengungkapkan rasa letih sekaligus harapannya terhadap pemerintahan baru di Jakarta. Menurutnya, perjuangan panjang selama bertahun-tahun belum juga menemui titik terang.

“Kami sudah terlalu lama berjuang. Harapan kami, pemerintahan baru dapat menghadirkan keadilan dan memfasilitasi pertemuan dengan pihak Basura City atau PT Sintetis Kreasi Utama,” ujar Siti Dalilah usai mengikuti rapat di Kantor Wali Kota Jakarta Timur, Kamis (4/12/25).

Bandi, suami Siti Dalilah, yang mengetahui penuh riwayat tanah tersebut, menjelaskan bahwa upaya menemui pihak perusahaan sudah dilakukan berkali-kali. Namun kata dia setiap kali menemui pihak pengembang, mereka selalu mendapatkan jawaban yang sama: tanah disebut sudah dibebaskan dan dibayar.

“Mereka selalu mengatakan seluruh tanah sudah dibebaskan dan dibayar,” ujar Bandi, menirukan jawaban perwakilan perusahaan.

Namun, menurut ahli waris, klaim tersebut tidak memiliki bukti kuat. Faktanya, Girik Asli lahan masih berada di tangan keluarga, yang menandakan tidak pernah terjadi transaksi pembayaran.

Upaya mediasi sebenarnya telah dilakukan sejak lama. Kecamatan Jatinegara pernah dua kali mengundang kedua belah pihak untuk duduk bersama. Pada undangan pertama, pengembang tidak hadir, dan pada undangan kedua, mereka hanya mengirimkan staf. Namun staf tersebut justru menyarankan ahli waris menggugat ke pengadilan, bukan menyelesaikan masalah secara musyawarah.

Puncaknya, pada 28 Agustus 2025, ahli waris melaporkan kasus ini ke Bagian Pengaduan Pemerintahan DKI Jakarta. Laporan itu langsung ditindaklanjuti. Pemerintah Provinsi DKI kemudian menginstruksikan Pemkot Jakarta Timur untuk mengirim undangan resmi kepada kedua belah pihak untuk hadir pada awal Oktober dan 14 Oktober 2025.

Namun, hasilnya tetap sama. Hingga pertemuan terakhir pada 4 Desember 2025, pihak PT Sintetis Kreasi Utama tetap tidak pernah muncul.

Masih Persoalan sama, kuasa ahli waris, H. Andi M. Soleh Goib dan Ramli Barus, menyampaikan rasa heran sekaligus kecewa terhadap sikap perusahaan yang terus menghindari mediasi.

“Jika mereka merasa sudah membayar atau merasa tidak ada masalah, seharusnya mereka berani hadir dan menunjukkan bukti pembayaran. Ketidakhadiran tiga kali ini justru menimbulkan tanda tanya besar,” tegas Ramli.

Ia juga menegaskan bahwa Girik Asli merupakan bukti kuat bahwa transaksi pembayaran tidak pernah terjadi. Kepemilikan dokumen kata dia asli dan masih menunjukkan ahli waris tetap sah sebagai pemilik lahan hingga saat ini.

Di sisi lain, Pemerintah Kota Jakarta Timur menunjukkan komitmen serius untuk membuka ruang mediasi dalam menyelesaikan sengketa tanah Basura City. Sejumlah rapat telah digelar dengan melibatkan berbagai instansi terkait, mulai dari Asisten Pemerintahan, Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Inspektorat Pembantu Wilayah Kota, Suku Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan, Suban Pengelolaan Aset Daerah, Bagian Pemerintahan, Bagian Hukum, Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Timur, Camat Jatinegara, Lurah Cipinang Besar Selatan

Meski demikian, tanpa kehadiran pengembang, proses mediasi sulit bergerak ke tahap penyelesaian. Kasus sengketa tanah Basura City menggambarkan kompleksitas persoalan pertanahan di Jakarta.

Untuk diketahui, delama 13 tahun, warga menunggu tanggung jawab pengembang yang hingga kini belum ditunjukkan. Dengan pemerintahan baru, ahli waris berharap ada langkah tegas, transparan, dan berpihak pada keadilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *