Cyberindonesia.net – Pembaca, apakah Anda mengalami suasana hati yang terus menerus merasa sedih dan kehilangan minat? Jika itu terjadi, artinya Anda sedang depresi.
Biasanya, kondisi psikologis ini berdampak terhadap pkiran, perasaan, tindakan, dan kesehatan mental.
Halodoc mencatat 12 gejala awal depresi. Gejala tersebut sebagai berikut; Pertama, perasaan sedih, air mata keluar dengan sendirinya, serta muncul perasaan hampa atau keputusasaan.
Kedua, ledakan kemarahan tiba-tiba, termasuk pada hal-hal kecil. Ketiga, kehilangan minat atau kesenangan pada aktivitas yang sebelumnya kamu sukai. Keempat, mengalami gangguan tidur, termasuk insomnia atau terlalu banyak tidur.
Kelima, kelelahan dan kekurangan energi, sehingga menyelesaikan tugas kecil pun membutuhkan usaha ekstra. Keenam, penurunan nafsu makan dan berat badan, atau sebaliknya. Ketujuh, kecemasan, jengkel, atau gelisah. Kedelapan, keterlambatan berpikir, berbicara, atau koordinasi gerak tubuh.
Kesembilan, perasaan tidak berharga, merasa bersalah, terpaku pada kegagalan masa lalu, atau selalu menyalahkan diri sendiri. Sepuluh, kesulitan berpikir, berkonsentrasi, membuat keputusan, dan mengingat sesuatu. Sebelas, pikiran berulang tentang kematian, pikiran untuk bunuh diri, percobaan bunuh diri, atau bunuh diri. Dua belas, masalah fisik yang muncul secara tiba-tiba tanpa penyebab mendasari, seperti sakit punggung atau sakit kepala.
Khusus poin sebelas, bunuh diri tidak terjadi begitu saja. Dalam banyak kasus, ini merupakan hasil dari perjalanan psikologis yang kompleks, dengan depresi sebagai satu di antara penyebab utama. Individu yang mengalaminya sering merasa menjadi beban, tak berharga, dan tak melihat jalan keluar selain mengakhiri hidup.
Setiap orang memiliki mekanisme koping, cara untuk menghadapi stres. Namun, tekanan hidup yang terus-menerus, seperti utang, relasi toksik, atau tekanan kerja, bisa melemahkan kemampuan ini. Ketika merasa tak mampu dan sendirian, seseorang bisa jatuh dalam keputusasaan.
Penelitian menunjukkan bahwa faktor psikososial berperan besar dalam munculnya ide atau tindakan bunuh diri. Prosesnya sering dimulai dari rasa tak berdaya (helplessness), lalu kehilangan harapan (hopelessness), hingga muncul pikiran bahwa “dunia akan lebih baik tanpaku.”
Dalam banyak kasus, pikiran bunuh diri bukanlah keinginan untuk mati, melainkan upaya mengakhiri penderitaan. Namun, bunuh diri bisa dicegah!
Perlu dipahami bahwa depresi dan pikiran untuk bunuh diri bukan kelemahan, melainkan kondisi medis yang butuh dukungan dan penanganan.
Kita juga harus peka terhadap tanda-tanda seperti: perubahan perilaku, menarik diri, kehilangan minat, ucapan keputusasaan, gangguan tidur atau makan, dan perilaku ekstrem.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sangat peduli akan hal ini. Bahwa setiap nyawa berharga. Setiap hidup yang dipertahankan adalah harapan yang tak ternilai.
Karenanya, Kemenkes melalui Direktorat Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan resmi reaktivasi layanan healing119.id pada 31 Juli 2025.
Layanan ini memberikan konseling psikologis gratis dan rahasia bagi masyarakat yang mengalami krisis psikologis. Bahkan, memberikan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan bila diperlukan.
Program ini didukung oleh Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia, dengan para relawan psikolog yang telah dibekali pelatihan intensif. Reaktivasi ini merupakan komitmen pemerintah membangun sistem kesehatan jiwa yang responsif, inklusif, dan bebas stigma.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), strategi pencegahan bunuh diri yang efektif meliputi: pembatasan akses ke sarana bunuh diri, pelaporan media yang bertanggung jawab, pelatihan petugas lini depan, dan penyediaan layanan konseling yang mudah diakses. Semuanya harus berjalan terpadu.
Karena dalam banyak kasus, yang dibutuhkan hanyalah satu orang yang mau mendengarkan tanpa menghakimi. Kita semua bisa menjadi bagian dari solusi–dengan empati, membuka ruang bicara, dan merujuk ke layanan yang tepat.***

