Jakarta, Cyberindonesia– Pemilihan Rukun Warga (RW) di Apartemen Greenbay Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, kembali menuai perhatian. Proses pemilihan RW10 yang digelar Jum’at malam, (15/8/2025), dinilai penuh kejanggalan, hingga memicu mosi tak percaya dari warga, kini berlanjut ke Gubernur dan DPRD DKI Jakarta.
Sosok yang terpilih sebagai RW10, Zakir Ria, ternyata bukan tanpa kontroversi. Berdasarkan informasi yang beredar di kalangan warga, Zakir pernah menjadi tahanan kasus narkoba di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang. Fakta ini membuat sebagian besar penghuni merasa terkejut sekaligus mempertanyakan proses seleksi calon yang dilakukan oleh panitia pemilihan.
“Saya tau betul kelakuan busuk mereka dan saya juga busuk juga, Saya sudah bisa menebak mantan napi LP Cipinang yang sudah diatur oleh panitia sudah kelihatan setingannya,” kata pemerhati Greenbay sekaligus pemilik aset keluarga, Suhari.

Beberapa warga menuding panitia pemilihan telah melakukan pengondisian calon, sehingga jalannya pemilihan tidak berjalan transparan. Calon tertentu disebut mendapatkan berbagai kemudahan, mulai dari persyaratan administrasi yang longgar hingga dukungan terselubung dari pihak Kelurahan Pluit.
“Banyak calon lain yang sebenarnya layak, tapi tersingkir karena mekanisme yang tidak jelas. Sementara ada calon yang seolah sudah dipersiapkan untuk menang,” ungkap salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Kondisi ini memicu dugaan bahwa proses demokrasi warga hanya dijadikan formalitas, sementara hasilnya sudah diatur sejak awal.
Pasca terpilihnya Zakir, sejumlah perwakilan warga langsung menyatakan mosi tak percaya. Mereka menilai, keberadaan pemimpin lingkungan harus mencerminkan integritas dan mampu menjadi teladan. Rekam jejak mantan tahanan narkoba dianggap bertentangan dengan harapan tersebut.
Mosi tak percaya ini tidak hanya dilayangkan Selasa kemarin 13/8/2025, di internal warga, tetapi juga mulai diarahkan kepada Gubernur DKI Jakarta. Warga berharap Pemprov DKI mengambil langkah tegas untuk mengevaluasi hasil pemilihan RW10 di Apartemen Greenbay.
Tuntutan warga cukup jelas, mereka menginginkan transparansi penuh dalam pemilihan pengurus RW dan memastikan calon yang maju memenuhi persyaratan moral, hukum, dan administratif. Selain itu, warga menuntut adanya regulasi yang mencegah mantan narapidana kasus berat, seperti narkoba dan korupsi, memimpin lingkungan tanpa melalui penilaian moral yang ketat.
“Ini bukan soal masa lalu seseorang semata, tapi soal kepercayaan publik. Kalau pemimpin lingkungan saja punya catatan hukum berat, bagaimana warga bisa percaya?” ujar Anne.
Informasi yang dihimpun media ini, perwakilan warga akan segera melanjutkan surat resmi ke Gubernur DKI Jakarta dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk meminta pembatalan hasil pemilihan. Mereka juga membuka opsi melibatkan Ombudsman RI jika respons dari pemerintah daerah tidak memuaskan.
Untuk diketahui, pemilihan RW sejatinya menjadi ajang demokrasi tingkat akar rumput yang sehat dan bersih. Namun, jika prosesnya diwarnai pengondisian, intervensi, dan minim transparansi, maka kepercayaan warga akan hilang. Kasus di Apartemen Greenbay ini menjadi pengingat pentingnya integritas dalam setiap proses pemilihan, sekecil apapun lingkupnya. (Red).