Cyberindonesia.net – Sistem updating perolehan medali pada Festival Olahraga Rekreasi Masyarakat Nasional (FORNAS) VIII Nusa Tenggara Barat, sangat kacau. Bagaimana tidak. Provinsi Lampung telah meraih 16 medali hingga Minggu malam, 27 Juli 2025. Namun sayang, perolehan itu belum tercatat juga hingga Senin sore, 28 Juli 2025.
Raihan medali Lampung diperoleh dari lima Induk Olahraga (Inorga). Terdiri 1 Perak oleh pegiat Federasi Karate Tradisional Indonesia (FKTI), 1 Perunggu oleh pegiat Federasi Seni Panahan Tradisional Indonesia (Fespati), 2 Emas dari pegiat Indonesian Airsoft Association (Inassoc), 1 Perak dan 1 Perunggu oleh pegiat Asosiasi Instruktur Aerobik dan Fitnes Indonesia (Asiafi), serta 3 Emas, 2 Perak dan 5 Perunggu dari pegiat Komunitas Bepers Indonesia (KBI).
Dengan raihan tersebut, sememtara Lampung tergeser dari peringkat 3 menjadi 6. Peringkat pertama ditempati Jawa Barat dengan 17 Emas, 11 Perak, dan 13 Perunggu. Diikuti Satera Selatan (10-14-6), DKI Jakarta (8-4-7), Bali (5-6-4), Kalimantan Selatan (5-5-2).
Belum tercatatnya perolehan medali Lampung, ternyata bukan hanya terjadi pada FORNAS NTB. Dalam catatan perjalanan FORNAS, baik di Palembang maupun Bandung, kontingen Lampung selalu mendapatkan pelayanan yang kurang mengenakkan dari admin yang menangani input medali dan klasemen kontingen.
Meski bukan unsur kesengajaan, namunha ini dinilai telah memberikan kesan yang mengecewakan terus menerus.
“Kenapa harus Lampung? Ini bukan soal terlambat atau lupa, tetapi kenapa harus selalu Lampung yang tidak diperhatikan. Daerah lain seperti Jawa Barat, Sumatera Selatan, DKI Jakarta selalu cepat diinput. Kenapa kalau Lampung kita musti protes dulu baru dimasukkan?” kata Andi Hajar dan Don Pecci yang selalu kebagian urusan medali Lampung.
Meski secara langsung tidak berdampak, namun ini sudah mengurangi rasa kebersamaan dan kebahagiaan yang dicari dalam even sebesar Fornas.
“Para pegiat ini mayoritas mandiri lo. Tidak mengharap yang aneh-aneh, cukup prestasinya dihargai saja. Kalah dan menang semua senang itu saja cukup. Tapi ini bener-bener aneh. Inorganya sama, tapi perlakuan input data medalinya beda. Bahkan, saat di Bandung dulu malah terbalik. Seharusnya Lampung yang dapat Emas, Jabar yang Perak. Diinputnya terbalik,” kata Don Pecci, yang juga Humas Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (KORMI) Lampung.
Sebenarnya, lanjut Andi, input data itu bukan hal yang rumit jika panitia kerja professional. Sudah ada system yang mempermudah.
“Pegiat sudah berpanas-panas, berkeringat berlomba. Ketika kalah tetap senang, tapi kalau menang malah dibuat kecewa, karena medalinya tidak diinput. Kan mengecewakan, ya manusiawi. Bukan soal peringkat berapa nya, itu mah akan mengikuti, tapi input dulu dong. Kami ini bertanggungjawab pada daerah kami juga,” tuturnya.
Keteledoran ini terletak pada panitia, entah itu dari Technical Delegate Inorga, maupun bidang IT. Mestinya tidak harus terjadi, karena semua daerah itu inorganya sama yang dimainkan.
“Ini sangat parah, sudah hari kedua, tetapi sistem IT nya masih kacau. Mungkin tidak hanya Lampung saja yang tidak diinput, tetapi ini bukti bahwa panitia sembrono, kalau tidak mau dibilang ugal-ugalan. Lampung itu sudah turun lebih dari 5 inorga lo, masak satupun tidak terinput. Ada apa masalahnya dengan Lampung?” ucap Don Pecci.***